Oleh: Nandita Pasya Salsabila
Sejarah sejatinya adalah rekaman perjalanan waktu. Ia seperti teropong yang mampu menembus lorong-lorong waktu masa silam. Ia akan mampu dipulihkan ulang ketika memiliki catatan-catatan yang lengkap, maka sungguh beruntung negara seperti Cina yang sangat menghargai sejarahnya sehingga rekaman jejak-jejak masa lalu mereka dapat dibaca dan dipelajari oleh generasi penerusnya. Ketika sejarah Sumbawa hanya mampu dipahami sampai abad ke 17, Cina memiliki data yang lengkap tentang keberadaan dinasti mereka bahkan dari mulai abad 2000 SM. Sumbawa memang bukanlah Cina, tapi dari negara ini banyak hal yang dapat dipelajari.

(Foto: Batu Kanadi)
Sejarah akan mampu memberi makna ketika ia ditulis dan disampaikan ke khalayak ramai, bukan disimpan dalam peti atau rak-rak buku. Sejarah juga harus digali, tidak bisa didiamkan begitu saja, karena ada hak masyarakat untuk mengetahui sejarahnya sendiri. Penggalian sejarah akan mampu mengais kembali simpul-simpul sejarah yang tercecer, dan menguak tabir-tabir gelap yang menyelimutinya selama ini. Lewat penggalian sejarah masyarakat akan dapat mengetahui masa-masa kelam dan gemilang dari sejarahnya sendiri.
Salah satu sejarah Sumbawa yang masih terserak di mana-mana adalah sejarah tentang peninggalan-peninggalan pada masa lampau seperti benda-benda cagar budaya. Sejarah ini sangat samar-samar, bahkan di beberapa tempat masih sangat gelap. Padahal, peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu daerah. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak hal yang dapat dipelajari dan dipahami bagaimana suatu peristiwa sejarah bisa terjadi. Peninggalan bersejarah merupakan bukti dari suatu kegiatan masyarakat pada masa lampau atau merupakan suatu bukti tentang perkembangan suatu budaya yang ada sampai sekarang.
Utan merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa yang memiliki banyak peninggalan-peninggalan sejarah yang unik. Salah satunya adalah “Batu Kanadi” yang memiliki nilai historis yang tinggi. Namun, masih banyak masyarakat Sumbawa khususnya masyarakat Utan yang tidak peduli dengan peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di daerahnya seperti “Batu Kanadi” yang ada di Utan ini. Bahkan banyak masyarakat Utan yang tidak mengetahui bahwa daerahnya merupakan salah satu tempat bersejarah. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap sejarah yang ada di daerahnya membuat mereka cenderung menanggap bahwa peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut bukanlah hal penting, bahkan sebagian masyarakat menganggap peninggalan sejarah hanyalah benda-benda tua yang tidak berarti apa-apa.
Pentingnya nilai dari peninggalan bersejarah tersebut dapat menjadi sesuatu yang bernilai tinggi serta dapat menjadi sebuah ikon budaya bagi daerah Sumbawa khususnya Utan. Disamping itu, warisan budaya “Batu Kanadi” ini sangat penting sebagai sumber pengetahuan dan pembelajaran sejarah lokal guna membangun karakter bangsa.
Makna positif dari pemikiran masyarakat tentang benda-benda peninggalan sejarah akan memberikan motivasi untuk menggali upaya pelestarian peninggalan sejarah. Sebaliknya, bila makna pemikiran masyarakat tentang benda-benda peninggalan sejarah negatif maka upaya pelestarian akan menemui hambatan. Perbedaan pandangan ini berawal dari perbedaan pemikiran dan perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik unuk melakukan penelitian tentang “Batu Kanadi sebagai salah Satu warisan Budaya Tana Samawa.”
1. Sejarah Batu Kanadi
Batu Kanadi adalah benda cagar budaya atau tempat bagi orang-orang yang akan diambil sumpahnya. Sebelum seorang pejabat atau pejabat adat memerintah, terlebih dahulu di sumpah di atas batu Kanadi. Semua orang yang menjadi pejabat pada zaman dahulu harus di ambil sumpahnya misalnya orang yang menjadi raja, camat, kepala desa, atau pejabat lainnya.
Batu Kanadi ini ditemukan sekitar tahun 450 masehi di wilayah Desa Tengah saat ini. Dahulu Desa Tengah ini masih berupa hutan dan semak-semak yang dekat dengan sungai. Di sungai inilah dayang-dayang dari kerajaan Pabiso Keris sering membersihkan diri mereka (mandi, mencuci, dll). Kemudian pada suatu hari, saat dayang-dayang hendak membersihkan diri dan mencuci baju ke sungai, mereka melihat ada tujuh buah batu yang bentuknya datar dan sangat aneh menurut pandangan mereka, karena penasaran para dayang mendekati batu tersebut. Awalnya, mereka menggunakannya sebagai tempat mengasah keris-keris kerajaan. Setelah sekian lama keris-keris kerajaan diasah di batu tersebut para dayang kerajaan ini merasakan bahwa keris tersebut menjadi sakti dari sebelumnya. Melihat kesaktian dari keris tersebut, akhirnya raja dari kerajaan Pabiso keris ini menjadikan batu tesebut sebagai tempat penyumpahan, dengan mempertimbangkan pada peristiwa keris yang menjadi sakti setelah diasah di batu tersebut. Dengan dijadikannya batu tersebut sebagai tempat penyumpahan raja, maka dapat diketahui bagaimana calon raja akan memerintah di masa depan.
Raja Pabiso Keris ini kemudian mengumumkan kepada seluruh raja dari kerajaan yang tersebar di Sumbawa bahwa ada sebuah batu yang digunakan sebagai tempat disumpahnya raja-raja yang nantinya akan memerintah. Kemudian raja-raja dari kerajaan yang ada di Sumbawa berkumpul di tempat batu itu berada. Raja Pabiso keris pun menjelaskan kepada raja-raja yang hadir di tempat itu bahwa Batu Kanadi tersebut benar-benar mempunyai kesaktian. Sampai kapanpun batu ini hanya boleh digunakan untuk niat yang baik dan tidak boleh digunakan untuk niat yang jahat. Siapapun yang menggunakan untuk hal-hal hal yang jahat maka akan mendapat kesusahan, bala, atau semacam azab dari Yang Maha Esa. Dengan dikumpulkannya raja-raja dari kerajaan yang ada di Pulau Sumbawa maka diketahuilah bahwa Batu Kanadi tersebut memiliki kesaktian oleh seluruh rakyat Sumbawa pada masa itu.
Pada dasarnya semua daerah di Kabupaten Sumbawa memiliki Batu Kanadi sebagai tempat penyumpahan, tetapi kebanyakan daerah tidak merawat dan melestarikan batu tersebut sehingga sudah hilang atau bahkan ada yang dibuat sebagai pondasi rumah. Beruntungnya, di Kecamatan Utan masih memelihara Batu Kanadi.
2. Tata Cara Penyumpahan di Batu Kanadi
Dahulu kala, orang yang melakukan sumpah di Batu Kanadi hanyalah orang yang akan menjadi raja (calon raja) atau orang yang berasal dari keturunan darah biru (keluarga kerajaan).
Bagi orang yang akan diambil sumpahnya, terlebih dahulu diumumkan kepada khalayak ramai oleh orang yang bertugas untuk menyampaikan pengumuman (prajurit kerajaan). Ia akan berkeliling ke seluruh desa guna mengumumkan perihal penyumpahan tersebut. Kata-katanya ialah “Jadi, kami berharap bapak/ibu dapat hadir di lapangan besok pagi agar bapak/ibu sekalian bisa melihat orang yang akan di ambil sumpahnya” dengan maksud agar khalayak ramai dapat menyaksikan siapa yang akan memerintah di daerahnya.
Keesokan paginya, calon raja yang hendak diambil sumpahnya ini diharuskan menggunakan lamung kanadi, kemudian barulah didudukkan di atas Batu Kanadi dan dipayungi dengan payung kerajaan. Setelah itu, orang-orang yang dituakan di tempat itu mulai membaca doa-doa agar orang yang diambil sumpahnya ini tidak akan menghadapi segala macam halangan maupun rintangan serta bahaya apapun selama memerintah di wilayahnya. Sebelum diambil sumpahnya, calon raja diminta untuk membaca dua kalimat syahadat kemudian diminta berdiri untuk dipegang perutnya oleh salah seorang tetuah dengan maksud untuk mendoakannya. Setelah itu, barulah mulai di sumpah dengan di mandikan menggunakan air kembang tujuh rupa yang sudah diletakkan di dalam sebuah kendi. Dan isi sumpah orang zaman dahulu adalah:
“balong mu marenta. Ke lamin no balong mu marenta, maka mu lalo ko olat, telan kau leng ble. Mu lalo ko let, puat kau leng balo.”
Maksud dari sumpah tersebut adalah jadilah pemimpin yang adil/bijaksana. jika orang tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik (tidak dapat menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana) maka apabila orang tersebut ke gunung akan diterkam oleh ular, dan jika orang tersebut pergi ke laut, maka akan diterkam oleh buaya.
Saat calon raja yang disumpah tidak bisa menjalankan sumpahnya atau tidak dapat memerintah dengan baik, air dari sisa siramannya akan terlihat miring dan juga berubah warna menjadi dari bening menjadi biru kehitaman. Jika hal tersebut terjadi, artinya raja tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai raja atau tidak dapat memerintah dengan baik dalam masa pemerintahannya. Sebaliknya, jika ari dari sisa siramannya terlihat tenang dan tetap berwarna bening maka orang tersebut dapat membawa perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Kejadian ini dapat dilihat oleh khalayak ramai sehingga sangat mudah membedakan mana seorang raja yang akan memerintah dengan baik atau tidak.
3. Kegunaan Batu Kanadi pada Masa lampau
Batu Kanadi ini terakhir kali digunakan oleh raja keenam yang memerintah di tana Utan pada tahun 1800-an. Tentunya pada masa itu, Batu Kanadi ini dipercaya memiliki banyak kegunaan Karen a menyimpan hal-hal yang magis.
Awalnya batu ini bukan sebagai tempat penyumpahan para raja, tetapi sebagai tempat mengasah keris-keris kerajaan karena batu ini memiliki bentuk yang datar. Karena melihat keris tersebut menjadi sakti setelah di asah di batu tersebut, kemudian raja tersebut percaya bahwa batu tersebut memiliki kesaktian sehingga dijadikanlah tempat penyumpahan para calon-calon raja.
Sebagai tempat penyumpahan pada calon raja, rakyat pada masa itu percaya bahwa siapapun yang bersumpah di batu tersebut akan terlihat bagaimana dia akan memerintah pada masa pemerintahannya nanti, apakah akan baik-baik saja atau memiliki banyak hambatan.
Sebagai tempat menyembuhkan dari dari kutukan roh-roh jahat atau orang yang terkena santet. Pada dasarnya masyarakat pada zama itu percaya bahwa batu tersebut memiliki aura magis yang dapat membantu menyembuhkan orang yang terkena kutukan atau santet tersebut. Namun, tidak semua orang bias menggunakan batu ini. Hanya orang-orang dari keturunan raja dan orang-orang yang memiliki keturunan darah biru saja yang dapat menggunakan Kanadi.
NARASUMBER

TTL : UTAN, 1 JULI 1931
ALAMAT : RT01/RW01 DUSUN TENGAH DESA TENGAH
Beliau adalah salah seorang pemangku adat (budayawan) dari kecamatan Utan. Beliau pernah menjadi seorang kepala desa, pengurus LATS, dan sebagai tokoh masyarakat.

TTL : UTAN, 23 SEPTEMBER 1972
ALAMAT : RT01/RW11 DUSUN KODA PERMAI DESA JOROK
Beliau adalah anak perempuan dari pemangku adat (budayawan), yakni Bapak H. M. Hatta. Beliau merupakan staf pengajar di SMP negeri 1 Utan sebagai guru Matematika

NAMA : NABILA AZZAHRA
TTL : SUMBAWA, 6 OKTOBER 1999
ALAMAT : RT02/RW02 DUSUN KODA PERMAI DESA JOROK
Dia adalah seorang anak dari Bapak Drs. Syaifuddin Hatta dan Ibu Ruly Dian Yunita. Dia juga merupakan cucu dari seorang pemangku adat di Utan, yakni Bapak Drs. H. M. Hatta.
0 Comments:
Posting Komentar